BeDaie

Bid’ah

Bid’ah adalah sifat yang sangat membahayakan, karena dapat  menyesatkan keyakinanya, bahwa Allah itu seperti makhluk. Misalnya, menganggap Allah benar-benar duduk di atas ‘Arasy (singgasana gaih), padahal Allah itu laisa kamitslihi syai’un.

Kelak jika pintu hijab telah terkuak, akan diketahui bahwa Allah tidaklah sebagaimana yang digambarkannya. Dan akhirnya ia akan ingkar terhadap Allah. Saat seperti itulah ia akan mati dalam keadaan suul khatimah. Dan kelak jika seseorang sudah dekat sakaratul maut dan terkuak hijab, baru akan sadar bahwa masalah ini demikianlah kenyataannya. la akan kebingungan karena tidak sesuai dengan tanggapannya. Dalam keadaan seperti itulah ia mati dengan sifat suul khatimah, meskipun amalannya baik. Na’udzu billah! Maka dalam ibadat yang paling penting adalah iktikad.

Seseorang yang salah iktikad dikarenakan pemikirannya, atau ikut ikutan orang lain, berarti terjerumus dalam bahaya ini. Kesalehan dan ke zuhud-an serta tingkah laku yang baik, juga tidak akan mampu menolong dari bahaya ini. Yang akan menyelamatkan hanyalah iktikad yang benar.

Oleh karena itu perhatikanlah hal-hal yang baik dari Nabi Muhammad SAW, yang semuanya didasari oleh iktikad yang baik pula. Orang yang pemikirannya sederhana akan lebih selamat. Sederhana, berarti tidak berpikir secara mendalam, walaupun ia tidak begitu pandai. Tetapi ia akan lebih selamat daripada orang yang berlagak berilmu tetapi dasar iktikadnya tidak benar.

Orang yang sederhana pemikirannya itulah sesungguhnya yang beriman kepada Allah kepada Rasul-Nya, dan kepada akhirat. Dia adalah orang yang, selamat.

Jika seseorang tidak mempunyai waktu untuk memperdalam ilmu tauhid, maka usahakan agar tetap yakin dan percaya, karena dengan begitu in sudah selamat. Cukup ia berkata dalam hati, “Aku beriman kepada Allah, berserah diri kepada Allah, dan aku beriman kepada akhirat.”

Apalagi jika ia rajin beribadah dan mencari rezeki yang halal, serta menuntut ilmu yang berguna bagi sesamanya. Ia lebih selamat daripada orang yang tidak pernah memperdalam ilmu pengetahuan.

Tetapi orang yang beriman harus benar-benar kuat. Misalnya, para petani yang tinggal jauh dari keramaian kota, dan orang-orang yang tidak pernah turut berkecimpung dalam forum diskusi dan perdebatan.

Pada suatu saat, Rasulullah memperingatkan orang yang sedang berdebat masalah takdir. Rasulullah sangat marah dan mukanya merah padam, lantas berkata, “Orang-orang yang terdahulu sesat, karena, antara lain, suka berdebat masalah qadha dan qadar.” Kemudian beliau bersabda:

“Orang-orang yang pada mulanya benar, tetapi kemudian sesat disebabkan karena mereka suka berbantah-bantahan. Berbantah-bantahan kadang-kadang memperebutkan sesuatu yang tidak berguna.” Selanjutnya Rasulullah bersabda,

“Kebanyakan penghuni surga adalah orang-orang yang berpikir sederhana” (HR. Imam Baihaqi dalam Syu’abullman).

Hendaknya tidak ragu-ragu dan cukup pada garis besarnya saja dalam beriktikad. Oleh sebab itu Rasulullah melarang memperbincangkan orang lain. Pikirkan saja bagaimana agar ibadahnya sah dan diterima, serta bagaimana mencari rezeki yang halal. Bekerja apa saja asal halal, misalnya tidak mempersoalkan sesuatu yang bukan ahlinya.

Rasulullah sering memberi nasihat demikian, karena merasa iba terhadap orang yang berbuat seperti itu. Belum jelas kegunaannya, tetapi sangat jelas bahayanya.

Pada dasarnya, memang percaya itu harus didasarkan kepada isi Alquran dan Sunnah Nabi. Jika terdapat ayat Alquran yang tidak dipahami, maka serahkan kepada Allah. Dan bagi orang awam yang tidak begitu mengetahui, cukup menerima apa adanya, selama tidak menyekutukan Allah dengan apa pun juga. Sebab Allah laisa kamitslihi syai’un. Bagaimana dan seperti apa Allah itu, Wallahu a’lam. Hanya Allah yang tahu, terhadap diri sendiri pun kadang-kadang kita tidak tahu lebih-lebih tentang Zat Allah. 

Rasulullah melarang orang men-takwil-kan sesuatu yang di situ diselipkan ayat-ayat Alquran dengan tujuan agar dapat diterima akal sehat guna mencari kesesuaian hukum alam, padahal teori selalu berubah.

Pada zaman dahulu orang suka mencocokkan ayat-ayat Alquran dengan teori ilmu fisika dan ilmu lainnya. Kemudian, teori itu mengalami perubahan, padahal orang itu telah mati. Maka, tafsirannya pun hanya akan menjadi sampah. Itulah kenyataannya, teori manusia akan selalu mengalami perubahan. Sedang dia mendasarkan tafsirannya pada Alquran bagi teori-teorinya, kemudian dibawa mati. Hal ini sangat berbahaya.

Oleh karena itu janganlah sekali-kali menafsirkan Alquran hanya dengan meraba-raba saja. Sebab, ilmu pengetahuan, baik klasik maupun modern, pada dasarnya hanyalah berupa pengalaman dan percobaan percobaan yang merupakan perhitungan belaka.

Pada hakikatnya mereka belum mengetahui, apa sebenarnya hakikat elektrisitet, demikian pula apa sebenarnya hakikat aether. Oleh sebab itu, janganlah sekali-kali mendasarkan iktikad hanya pada hasil perhitungan. Seyogyanya kita mengetahui secara global, karena hal tersebut ada orang yang melarang agar pintu tidak dibuka sama sekali.

Kadang-kadang, ada orang yang mendapatkan ilham dari Allah dengan dibersihkan hatinya dan inkisyaf. Sebelum mati, ia sudah inkisyaf, dan nantinya setiap orang juga akan inkisyaf walaupun bukan seorang wali. Tetapi seorang wali kadang-kadang sudah inkisyaf semasa hidupnya.

Para wali mengerti adab kesopanan. Mereka hanya diam karena hal itu tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Dan jika hal itu dibahas, akan menimbulkan banyak bahaya. Permasalahannya sangat sulit, sehingga akal manusia tidak mampu menelaah sifat-sifat dan dzat Allah. Untuk mendekatkan diri kepada-Nya, cukup dengan perasaan, tidak perlu dengan akal. Dan dengan keyakinan dalam hati itu, para wali kadang-kadang membuat peristilahan yang hanya dapat dimengerti oleh mereka. Inilah sebab yang pertama.

Sebab yang kedua dari sifat suul khatimah, dikarenakan iman yang lemah; yang sebagian besar disebabkan karena pergaulan. Jika seseorang bergaul dengan orang-orang yang lemah imannya, maka ia pun akan semakin lemah imannya. Juga dikarenakan sering membaca buku yang dapat membuat iman lemah. Bahkan orang akan menjadi atheis dan kufur.

Kedua sebab yang membuat lemah iman itu ditambah lagi dengan sifat hubbud dunya. Jika iman sudah lemah, maka kecintaan terhadap Allah pun akan lemah. Akibatnya, ia akan mementingkan diri sendiri dan kecintaan terhadap urusan duniawi semakin kuat.

Akhirnya ia benar-benar dikuasai oleh sifat hubbud dunya, tidak punya waktu lagi untuk mencintai Allah. la mencintai Allah dan mengakui bahwa Allah Yang Menciptakannya. Namun itu hanyalah pengakuan lahiriyah. Dan hal itulah yang membuatnya senantiasa melampiaskan nafsu syahwatnya, hingga hatinya mengeras dan tertimbun kegelapan dosa. Lama kelamaan, imannya semakin surut, hingga hilang sama sekali dan jadilah ia kufur.

Sehubungan dengan hal itu Allah berfirman:

رَضُوْا بِاَنْ يَّكُوْنُوْا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطُبِعَ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُوْنَ

( … dan hati mereka telah dikunci mati, maka mereka tidak mengetahui (kebahagiaan dan berjihad).” (AtTaubah: 87).

Dosanya tidak dapat lagi dihapuskan dari hatinya. Jika sakaratul maut telah datang, kecintaan mereka terhadap dunia semakin kuat, dan kecintaan kepada Allah semakin lemah. Sebab, mereka sedih dan berat meninggalkan kesenangan dunia, sebab sifat hubbud dunya benar-benar telah menguasai dirinya.

Setiap orang yang ditinggalkan sesuatu yang dicintai pasti akan merasa sedih. Kemudian, timbul pertanyaan, mengapa Allah mencabut nyawaku? Lantas imannya menjadi luntur, sehingga membenci takdir Allah. Mengapa Allah mencabut nyawaku dan tidak memperpanjang umurku? Jika dalam seperti itu ia mati, berarti ia mati dalam keadaan suul khatimah. Na’udzu billah.

Demikianlah penjelasan singkat Imam Ghazali dalam buku-nya, Ihya’. Kemudian kerjakanlah shalat, puasa, dan sebagainya seperti yang diperintahkan Allah sebanyak mungkin. Di samping itu, jauhilah segala hal yang menjadi larangan Allah , seperti riya’, ujub, dan sebagainya, yang merupakan sifat-sifat tercela. Mengenai hal itu akan diterangkan dalam buku ini agar sifat-sifat demikian terjauh dari kita.

Seseorang tidak mungkin berlaku taat apabila ia belum mengetahui apa-apa yang harus dikerjakan dan segala yang harus ditinggalkan. Apakah yang dimaksud taat? Bagaimana cara mengerjakannya? Bagaimana kita bisa menjauhi perbuatan maksiat, sedang kita belum mengetahui jenisnya? Jika seseorang mengetahui bahwa dusta adalah haram, maka ia akan meninggalkannya. Untuk itu kita harus belajar, apa yang diwajibkan dan apa yang diharamkan bagi kita, agar kita tidak terjerumus ke dalam perbuatan dosa dan durhaka.

Jadi kita wajib mengkaji dan mempelajari ibadat syar’i. Seperti bersuci, mandi dan wudhu, salat, puasa dan sebagainya, karena ibadat ibadat ini fardu ain hukumnya. Selain itu, setiap insan muslim wajib pula mempelajari ilmu fiqih beserta hukum dan syarat-syaratnya, agar dapat menjalankannya dengan benar.

Ada kalanya seseorang terus menerus melakukan perbuatan yang dianggapnya, baik, padahal perbuatan tersebut dapat merusak kesucian, shalat dan sebagainya.

Pernah pada suatu saat seseorang berada di dalam masjid. Tetapi ia tidak mengetahui bagaimana cara sujud, ruku’ dan sebagainya. Niatnya sudah baik, tetapi belum mempelajari bagaimana cara melakukan shalat. Sehingga shalatnya tidak sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah . Sedangkan ia sendiri tidak merasa bersalah, karena shalat adalah wajib ain hukumnya, dan akan lebih baik lagi jika ditambah dengan ibadat-ibadat sunat.

Kadang-kadang kita menemui kesulitan bagaimana menjalankan shalat ketika bepergian. Bagi yang belum pernah mengaji dan belajar agama, tentu akan kebingungan untuk melakukannya.

Oleh sebab itu belajar mengaji adalah sangat penting. Juga memperdalam ilmu tasawuf, yaitu ibadat batin. Jika menjalankan shalat, puasa, menunaikan ibadat haji dan mengeluarkan zakat termasuk ibadat lahir, maka yang termasuk ibadat batin di antaranya adalah menjauhkan diri dari sifat takabur. Lawan dari takabur adalah tawadhu. Dzikrul minnah lawan dari ujub. Kisarul amal lawan tulil amal. yang disebutkan di atas juga termasuk ibadah batin.

Dalam menjalankannya, ibadat lahir maupun ibadat batin harus seimbang, agar tidak berat sebelah dan pincang. Ibadat-ibadat batin, yaitu ibadat yang dilakukan oleh hati, harus pula kita ketahui dan pelajari. Untuk mempelajarinya, pembaca bisa membaca buku Minhajul Abidin ini. Dan untuk mempelajari ibadat yang bersifat lahiriyah, pembaca dapat mempelajari lewat buku Bidayatul Hidayah atau Fathul Qorib.